Selasa, 22 Juli 2014

Amunisi



Lagi-lagi langit sedang bertempur. Kabut hitam muncul dimana-mana. Dari ketinggian ini aku melepas semua kekhawatiran. Menemani gumpalan-gumpalan hitam. Aku berperang. Membuang kecemasan, menitipkan rindu, dan mengabadikan keyakinan.

Cerita yang kudengarkan akan juga terjadi pada diriku sendiri. Sudah aku siapkan ketangguhan untuk itu semua. Walaupun suapan cerita langsung maupun cerita yang masih melalui perantara tidak pernah aku rencanakan masuk kedalam telingaku.

Aku melihat bukit baru, pada pria yang berhasil menarikku bangun dari tempat dudukku. Namun cerita-cerita itu memangkas pohon-pohon baru, atas nama yang aku namai sendiri. Cerita yang justru sekarang menggumpalkan kabut dengan kegelisahan didalamnya.

Tak lama lagi, kebosanan juga akan dia temui. Tak lama lagi, berkelana akan dia lakukan. Dan Tak lama lagi, semua cerita-cerita itu juga akan menimpaku, dan bukit itu akan gersang. Semua karena kebiasaan. Kebiasaan terdahulu.

Tak perlu dikhawatrikan lagi aku rasa cukup tangguh pilar yang aku bangun untuk menahan rasa sakit. Dan tak perlu dicemaskan akan datang cepat. Aku yakin dia masih mengingat janjinya sendiri pada orang-orang yang tak suka dengan hubungan ini.

Namun tawa, tak pernah lepas semenjak pilar-pilar itu kubangun dengan amat hati-hati. Ketika waktu sudah tiba nanti, barulah aku akan tidur lama di dalam bangunan yang kubangun pilar-pilar. Cukup lama untuk merehatkan punggung yang melulu terbalut dan melulu terbang. Bukan lelah apalagi menyerah. Hanya saja tak ingin.

Ya.. ini hanya suatu saat nanti. Untuk bekal supaya tak lemah. Entah kapan, aku tak ingin ini benar-benar harus terjadi.